Sayup—sayup aku mendengar dalam
tidurku sebuah teriakan entahlah antara sadar dan tidak ditambah kegaduhan, apa
yang sebenarnya terjadi, dan pada akhirnya rasa penasaranku mengalahkan rasa
kantuk yang kutahan sejak sore tadi kubuka mataku dan perlahan aku bangkit dari
lantai tempatku tidur aku ambil jaket yang kupakai sebagai alas untuk tidur
kubereskan kemeja warna biru garis-garis yang sudah awut-awutan segera kuambil
handphone Blackberry disaku celanaku dan kulihat jam menunjukkan 03.23, kupakai
kembali sepatu pantofelku yang kulepas sebelum tidur dipojok selasar dan
samar-samar mulai tercium bau khas rumah sakit yang menjengkelkan.
Dan perlahan aku mendekati sumber kegaduhan yang
membangunkanku, setelah sampai dibelokan aku melihat kerumunan laki-laki dan
perempuan diliputi kesedihan dan tangisan yang kulihat satu perempuan duduk
ditempat duduk yang disediakan rumah sakit air mata yang terus mengalir
terlihat jelas diantara sesenggukannya meluapkan kesedihan dengan sebuah hp
samsung keluaran terbaru menempel di kupingnya dengan diiring air mata dan
getar suara yang memilukan ia mengatakan kepada seseorang yang ditelponnya
“Mass ali, ibu sudah tiada” dia terdiam membiarkan airmatanya mengalir dan
berusaha melanjutkan kalimatnya “tadi jam 3 dipanggil Allah mas, tolong
beritahukan keluarga yang lain yaa mas” kembali ia sesenggukan dan diakhirinya
telepon itu dengan ucapan terima kasih kepada orang yang ditelponnya diseberang
sana.
Disampingnya terlihat seorang pemuda
lemas dan dipegang oleh lelaki lain yang lebih tua, lelaki yang memegangnya
berkata “Istighfar yoo, istigfar” pemuda yang dipegang mulai berontak dan
tiba-tiba berteriak “Ibuuuuu” beberapa lelaki dan seorang satpam kembali
menguatkan pegangannya ditengah rontaannya ia menangis dengan mata yang telah
bengkak ia terus menangis, sementara yang lain kembali memeganginya dan
mengajaknya beristighfar, aku diam aku terdiam duduk berjarak 4 tempat duduk
dari kerumunan tersebut, pikiranku kosong hanya saja penglihatanku mulai
berkabut dan tanpa kusadari air keluar dari mataku tapi pikiranku terlalu
kosong untuk menyekanya dan kubiarkan air mata mengalir diam-diam.
Semenit kemudian ditengah kegaduhan
yang masih terjadi pikiranku menerawang entah kemana memikirkan ayat yang
sering kudengar dari ustadz-ustadz diberbagai kesempatan “Kullu Nafsin
Dzaiqotul Maut” Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian, kita selalu
diingatkan yang bernyawa akan mati, diriku, orang tuaku, temanku, sahabatku,
semua pasti dan akan mati, sampai sejauh mana aku menyiapkan diri sudah sejauh
mana aku membanggakan orang tuaku ataukah aku mengecewakan mereka selama ini,
aku mencoba kembali dari pikiranku dan dengan berjalan hati-hati melewati
kerumunan di pagi hari itu aku pergi menuju ruangan rawat inap kelas III no 604 dan melihat dibalik pintu ayahku yang
masih lelap dalam tidurnya dengan berbagai selang yang masih tertancap di
hidung, tangan dan saluran lainnya, berdoaku dalam hati semoga beliau diberi
kekuatan untuk dapat sembuh dari penyakit jantungnya, dan diberikan yang
terbaik oleh Allah SWT, dan diujung doaku aku mendengar sayup azan memanggilku.
Sadam Husen
Hiç yorum yok:
Yorum Gönder