Pertama kalı aku mengenal
tetralogı pulau buru ketıka aku melıhat dı sebuah majalah tentang buku bumı
manusıa yang mengulas sedıkıt tentang buku tersebut memang tıdak terlalu
berkesan tapi setidaknya aku jadi tahu sedikit tentang buku itu,
hingga saat aku berkunjung ke
perustakaan umum daerah untuk sekedar menghabiskan waktu aku melihat buku Bumi
Manusia karya Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan oleh lentera dipantara,
aku pun tertarik dan mulai menjamah buku tersebut alangkah kagetnya diriku
ketika membuka lembar pertama buku tersebut terdapat keterangan tentang penulis
yang berbunyi seperti ini “Pramoedya Ananta Toer lahir pada 1925 di Blora, Jawa
Tengah, Indonesia. Hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara- sebuah
wajah semesta yang paling purba bagi manusia-manusia bermartabat” kaget bercampur penasaran merambati aku,
kenapa sang penulis bisa dipenjara sampai hampir separuh hidupnya dan aku
teruskan membaca, mendapati bahwa ia tidak di penjara selama itu dalam sekali
tahan tapi beberapa kali 3 tahun dalam penjara kolonial, 1 tahun diorde lama,
dan 14 tahun di orde baru, dengan alasan yang berbeda-beda tapi punya kesamaan
dikarenakan dirinya terlalu vokal dalam mengkritik pemerintah yang berkuasa,
luar biasa kataku dalam hati.
Dan sepertinya masih belum puas
mengagetkan aku dengan kenyataan bahwa Mas Pram (panggilan akrab Pramoedya
Ananta Toer) di tahan hampir separuh hidupnya sekali lagi aku harus menanggung
rasa kaget dan penasaran ketika melihat halaman ketiga buku ini yang
bertuliskan “Bumi Manusia (1980), bagian pertama Tetralogi Buru. Dilarang Jaksa
Agung tahun 1985” ya ampun apalagi
ini, saya yang tidak tahu apa-apa ini bertanya-tanya bagaimana bisa jaksa agung
merasa berkepentingan melarang buku ini terbit, berarti ini adalah buku
terlarang pada zamannya, semakin penasaran aku dibuat buku ini.
Dan mulailah aku menyelami buku pertama tetralogi
buru ini, awalnya biasa saja cukup menarik seperti roman biasa tapi makin lama
konflik yang terbangun semakin seru apalagi ketika annelies istri dari tokoh
utama akan dibawa ke belanda dikarenakan perwalian mempertunjukkan sikap
menghinakan dimana pribumi tidak ada harganya ketika melawan orang putih itu semakin
tegang bahkan aku rela terus membaca buku tersebut sampai jam 12 malam saya
benar-benar tersetrum oleh tulisan sang maestro ini.
Yang menarik ketika aku membawa buku tersebut
kerumah dan kebetulan dirumah ada mbahku, tak sengaja mbah melihat buku bumi
manusia ini dan mulai ia bertanya padaku darimana kudapat buku ini, kujawab “dari
perpustakaan mbah”, dan kutambahkan “ buku yang bagus mbah” “memang bagus”
mbahku menjawab dan mulailah ia
bercerita bahwa buku ini waktu dulu adalah buku terlarang sebagaimana yang
sudah kuketahui, tapi rasanya berbeda ketika mendengar langsung dari saksi
hidup.
Dan pada akhirnya tetralogi buru ini
menyetrumku dengan kekuatan magis yang dikandungnya membuat banyak hal berkeliaran
di kepalaku.